Langsung ke konten utama

Sehari Hari dan Rasa Syukur


Pagi menjelang, fajar menyingsing, ayam berkokok. Seuntai cahaya berbentuk lingkaran masuk dari ventilasi kamar kostmu, membuat dirimu terjaga. Ah, ternyata sudah pagi. Tak terasa, tidurmu terasa singkat, yang pada dasarnya kau memang begadang karena menonton film “The Pursuit of Happiness” dari ASUS-mu. Bergegas kau bangun dan duduk di samping kasur yang bisa membuatmu bahagia. Kau buat tanda salib, mengucap syukur dan memohon berkat untuk hari baru kepada Pencipta-Mu. Melegakan. Itulah kesan yang kau dapatkan setelah berkomunikasi dengan Pencipta-Mu. Sesudahnya, kau berdiri dan menuju ke lemari penyimpan makanan dan mengambil satu sachet kopi GoodDay, entah rasa apa itu tak menjadi masalah bagimu. Yang terpenting adalah manisnya kopi membuat kau sejenak melupakan pahitnya hidup. Karena hidup itu sudah pahit, tak perlu juga ditambahi dengan pahitnya kopi, kawan! Itulah prinsip yang kau dapat dari ayahmu,  yang juga sang penikmat kopi.

Kau aduk kopi itu 6 kali ke kiri dan 3 kali ke kanan, seperti yang telah diajarkan oleh ibumu. Layaknya roda yang arah putarannya ke kanan saat mundur, dan ke kiri saat maju. Dan kau lebih memilih untuk menjadi orang yang menatap masa depan, bukan menatap masa lalu. Sangat filosofis. Kau ambil gelas kopimu yang sudah jadi dan menuju ke meja belajar, membuka netbook dan mulai  memutar lagu-lagu dari band-band andalanmu. THE S.I.G.I.T, Pee Wee Gaskins, Secondhand Serenade, SUM 41, The Beatles, The Doors dengan Jim Morisson-nya, Naif, Plain White, Jimmy Eat World, Incubus, dan masih banyak lagi. Tapi di pagi itu, kau lebih memilih untuk mendengarkan Hey There Delilah-nya Plain White’s, sejumlah lagu ballad tahun 80-an dari The Beatles dan juga Karena Kamu Cuma Satu-nya Naif. Karena hidup itu berirama, sama seperti musik yang juga berirama. Irama yang kau percaya akan membawamu menuju kesuksesan yang diidam-idamkan jutaan orang di negeri pertiwi ini.

Kau selingi pagi itu dengan berselancar di dunia maya. Kau buka akun Facebook, yang dipenuhi status-status galau dari kawan-kawanmu yang alay atau barangkali sebuah message dari kawan karibmu. Karena tak ada yang menarik, kau tutup akun Facebookmu dan membuka blog-mu, melihat-lihat kembali tulisan yang telah kau rangkai, sambil sesekali menghirup kepulan aroma dari kopimu. Nikmat. Kau seruput kopimu satu kali, kau tengok jam di belakangmu, yang ternyata baru pukul 07.15, masih ada 15 menit waktu untuk bersantai menikmati pagi. “Masih banyak waktu” pikirmu.

Pagi semakin menua. Kau seruput kopi lagi, kali ini lebih banyak hingga menyisakan bagian tengah dari gelas kopimu. Kau ambil agenda-mu, membaca kembali kegiatan-kegiatan yang akan kau lakukan hari itu. Kosong. Tak ada banyak kegiatan di hari itu. Kau ambil blackberry yang katanya smartphone, dan memberi pesan singkat supaya segera bangun untuk sang pujaan hati. Kau seruput lagi kopimu, hingga tandas tak tersisa. Kau keluar kamar, menuju tempat jemuran dan mengambil handukmu, bergegas untuk mandi.

Kau jemur lagi handukmu selesai mandi. Oh ya, kau ingat ultimatum dari teman kostmu, Albert untuk membangunkannya pagi-pagi . Kau ketuk pintu kamarnya, dan teman cekingmu ini membukakan pintu disertai baunya yang sangat harum. Ajaib. Satu kebaikan telah kau buat di hari itu. Andai saja kau lupa, mungkin Albert akan menggilingmu dan memasakmu menjadi sop, layaknya adegan di kartun “Tom and Jerry”.

Kau kembali ke kamarmu. Kau buka lemarimu dan mengambil kaos berkerah warna hitam pemberian kawan karibmu,Sius dan segera memakainya. Kau ambil skinny jeans yang lebih dikenal sebagai celana pensil di gantungan baju belakang pintu. Kau sleep netbookmu dan memasukkannya ke dalam tas. Kau ambil sepasang sepatu bermerk “Vans” warna hitam dipadu dengan warna putih, merk andalanmu yang kau beli dari hasil menabung selama 3 bulan, dan segera memakainya. Sesudahnya, kau menyisir rambutmu menjuntai ke belakang, yang kalau kering nanti akan membentuk model emo, model yang telah kaupakai dari jaman SMP hingga sekarang. Kau tatap wajahmu dalam-dalam di depan cermin berbingkai hitam, meyakini bahwa suatu saat nanti kesuksesan akan menghampirimu. Lengkap sudah. Kau memastikan bahwa tak ada barang yang ketinggalan. Bergegas kau ambil kunci sepeda motormu dan mengenakan helm warna hitam. Kau kunci kamarmu dan menuju ke bawah, menyalakan motormu dan memanaskannya sebentar. Kau ucapkan selamat pagi ke bapak kost yang telaten merawat burung beo kesayangannya. Sesudahnya, kau berangkat ke tempat bernama kampus.

Senyum Pak Ali, satpam kampus, membuatmu yakin bahwa masih banyak orang ramah di negeri bajingan ini. Kau parkir motormu, meletakkan helm di spion, lalu melangkah menuju kantin. Sepi. Itulah suasana kampus pagi itu. Segera kau duduk di pojokan kantin, sambil menunggu teman-temanmu datang. 5 menit kemudian, Ryo, kawanmu yang koplak datang dan duduk di sebelahmu. Kau berceloteh kesana kesini, bercuap-cuap kian kemari, tanpa henti.

Kelasmu mulai ramai. Cuap sana cuap sini penghuninya macam bebek di danau. Kau ikuti pelajaran hari itu dengan malas. Untunglah, dosenmu yang killer itu tidak masuk dan digantikan dengan asisten dosennya yang cantik, yang membuat hasrat matamu sejenak untuk menikmatinya. 2 jam berlalu, jam menunjukkan pukul 10.00 WIB. Kau bergegas pulang, karena ingin menikmati buku “Berani Mengubah” karya Pandji Pragiwaksono yang baru kau beli kemarin. Tapi sebelum itu, kau mampir ke supermarket terdekat untuk membeli beberapa snack sebagai kawan setiamu nanti di kost.

Kost sepi. Maklum, semua penghuninya sedang kuliah. Kau buka kamarmu, tercium bau harum dari semprotan pewangi yang kau taruh di atas meja belajarmu. Kau lepas celanamu hingga menyisakan boxer warna coklat di pinggangmu. Kau ambil buku “Berani Mengubah” di pojokan meja belajar dan segera menuju ke kasur andalanmu. Matamu membaca paragraf demi paragraf, kalimat demi kalimat, dan kata demi kata hingga tandas tak tersisa. Terkadang, kau menggarisbawahi kata-kata yang menurutmu filosofis dan penuh makna. Terus begitu, hingga kau pun tertidur.

Sore datang. Matahari sedang bersiap-siap kembali ke peraduannya. Kau bangun, menyeduh energen, dan segera beranjak dari kasur untuk segera mandi. Selesai mandi, kau pun kembali membaca. Apa saja. Kalau ada tugas menanti, kau segera mengerjakannya tanpa menunda-nunda. Atau ketika baju kotor sudah menumpuk, kau menaruhnya di mesin cuci. Tunggu beberapa menit. Setelah itu kau mengeringkannya dan menjemurnya di loteng kostmu. Sesudahnya, kau kembali ke kamar, ngobrol dengan pacarmu sambil bercerita mengenai hari yang akan segera usai.

Malam mulai perkasa. Kau kembali menyalakan netbookmu. Memutar lagu yang cocok didengarkan di malam hari. Biasanya, kau memutar lagu-lagu lawas Indonesia yang masih enak didengar. Tapi di malam itu, The Beatles sepertinya mantap. Berasa kembali ke era jadul. Sejadul muka temanmu, Denta. :p

Waktu makan malam tiba. Beruntunglah dirimu karena di sekitar kostmu banyak warung yang menjajakan makanannya. Ada yang rasanya enak sampai yang biasa saja. Tapi kalau kau bosan makan di situ, biasanya kau naik motor, ke taman Apsari, depan Kantor Gubernur Jatim. Disitu ada warung nasi goreng krengsengan andalanmu. Pemiliknya orang Surabaya asli. Karena itu, nasi gorengnya sesuai dengan lidahmu.  Harganya pun murah meriah. Tak seperti nasi goreng lainnya yang penjualnya orang Madura. Sudah kotor, ada kecambahnya lagi. Haduh.

Kau kembali ke kost dengan perut kenyang. Puji Syukur ke hadirat sang pemberi rejeki. Lalu kau kembali membaca. Atau melanjutkan mengerjakan tugas. Sambil diselingi bermain solitaire di netbookmu atau menuliskan catatan pendek. Yang menjadi penanda bahwa kau ada di dunia ini dengan kehidupanmu yang selalu berjalan dari hari ke hari. Tidak pernah berhenti. Selalu ada yang baru. Tidak sekedar menjadi manusia menyedihkan yang tak pernah berkarya dan tinggal menuggu jemputan malaikat maut. Halah.

Malam semakin larut. Kau telepon lagi kekasihmu. Melampiaskan rasa kangen lewat telepon seluler. Kadang kau tertawa sendiri mendengar suara lucu nan imut kekasihmu. Sambil membayangkan pipinya yang tembem. Cerita kesana kemari, terkadang soal mimpi. Terkadang soal kesulitan waktu kuliah. Banyak. Sesudahnya di akhir telepon, kau mengucap rindu yang tak tersebar dan terbentang jauh jaraknya.

Dini hari mulai tiba. Kau mulai membunuh netbookmu dan menuju kasur empukmu. Sebelumnya, kau berdoa. Mengucap syukur atas rahmat yang kau terima hari itu. Sesudah itu, kau merebahkan diri di kasur dan menunggu kantuk datang.

Oh ya, setiap hari selalu ada yang baru. Entah itu teman baru, pengalaman baru, atau kegiatan yang baru. Dan juga tak ketinggalan, setiap hari selalu ada bagian yang tidak menyenangkan. Hal yang membuat kita memaki dan berkeluh. Terkadang misuh. Hal yang membuat kita merasa sudah tak ada artinya lagi untuk hidup. Tapi, untuk apa disebutkan. Semuanya tergantung dari sudut pandang mana yang kau lihat.

Kau harus selalu bersyukur atas semua yang telah kau dapat.

Kau harus bersyukur karena masih bisa bersekolah atau kuliah. Masih banyak anak-anak kurang beruntung di negeri ini yang tidak mengecap pendidikan. Jangan gampang putus asa. Tugas banyak, ya sudah kerjakan. Jangan mengeluh, jangan menangis. Suatu saat kau akan sadar bahwa di balik sekolah ataupun kuliah yang kau dapatkan, orang tuamu menangis waktu membiayaimu. Tapi mereka tak pernah menunjukkannya di hadapanmu. Karena orang tuamu percaya, suatu hari nanti, kaulah yang akan menggantikan mereka untuk hidup.

Kau pun juga harus bersyukur karena masih bisa makan. Sementara di belahan dunia lain, masih banyak orang yang kelaparan dan menanti ajal karena tak bisa makan.

Kau harus bersyukur karena masih ada orang yang mencintaimu. Orang tua, kekasihmu, ataupun sahabat-sahabatmu. Karena dari cinta merekalah, kau tumbuh. Dibalik semua yang mencintaimu, mereka selalu menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan cintanya kepadamu. Percayalah itu.

Ketika melihat dan menyadari semuanya itu, tidak ada alasan untuk tidak bersyukur dan menikmati hidup. Karena hidup semua manusia itu indah.

Salam,

Komentar

Favorites

Menuai

“Sabarmu panjang, tuaianmu ya pasti besar” Begitu kira-kira isi pesan Whatsapp yang saya terima menjelang maghrib dari pacar saya, Si Grace. Hati serasa plong begitu melihat isi pesan tersebut. Serasa ada yang mengingatkan bahwa apa yang saya alami sekarang ini sifatnya hanya sementara. Ya, saya percaya akan ada hal baik yang terjadi di hidup saya sebentar lagi. No excuses, just believe . ********** “ Cepat makan! Sabar juga butuh makan!” sambung si Grace dengan emoji marah. Ah iya saya lupa, sabar juga butuh makan ternyata.

Sambil tak Henti-Hentinya Berharap

Terima kasih atas segala energiku yang kuhabiskan untuk bersabar, berdoa, menunggu, sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih atas badan ini yang tahan terhadap gempuran angin malam sepulang dari gereja, hujan badai yang deras maupun rintik, panas yang menyengat sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang mempertemukanku dengan partnerku saat ini, yang tak segan dan berani mengajakku yang notabene tidak bisa apa apa ini untuk membuka usaha (semoga lancar kedepannya) sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih untuk orang orang hebat di belakangku. Mama, Grestikasari, Ojik, Clemen, Gerald dan Papa yang menempaku untuk hebat sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih Tuhan Yesus, Terima kasih Semesta, Terima kasih Harapan, Sambil tak henti-hentinya berharap. Surabaya, 19 Februari 2019 Kaospolosclub Office Jl. Ngagel Jaya Barat No.33