Langsung ke konten utama

Idealis?


                Saya idealis?

                Ya, bisa dikatakan begitu juga sih. Tidak terlalu idealis, ya bisa dikatakan begitu juga. Lalu, kenapa saya membuat kalimat pembuka seperti ini ya? Bingung kan? Maafkan.

                Semenjak keluar dari almamater SMA saya (Seminari Garum), tak dipungkiri kalau saya menjadi lebih idealis. Lebih keras kepala. Buktinya ya terlihat ketika saya kuliah sekarang ini. Ketika ada kuis salah satu mata kuliah misalnya, saya selalu mengharamkan yang namanya menyontek. Padahal dulu, kalau ingatan belum berkarat, semasa SMP saya gemar dan menghalalkan yang namanya menyontek. Ada PR tapi malas mengerjakan, nyontek punya teman. Ada ulangan tapi tak sempat belajar, ya nyontek lagi. Paling sering nyontek pelajaran Matematika dan Fisika. Matematika, ya kamu tahu sendiri lah, mungkin 99,99% orang di dunia ini membenci yang namanya Matematika. Hehehe. Kemudian Fisika. Saya paling sebal sama pelajaran ini. Pernah saya mengerjakan soal Fisika mengenai kecepatan buah kelapa yang jatuh dari pohonnya setinggi 6 meter. What?? Kelapa jatuh aja pakai dihitung segala. Kalau saya jadi orang yang di soal itu, mungkin langsung saya buka kelapanya dan saya minum airnya. Simple kan? Asem tenan.

                Saya tak tahu darimana datangnya sifat idealis saya ini. Melihat hal yang tidak sesuai dengan yang saya yakini, saya kecewa. Marah. Namun, ada kalanya saya merasa nyaman dengan sifat ini. Apalagi kalau bertemu dengan orang-orang yang memiliki pandangan dan visi hidup yang sama. Hmm, rasanya nyaman sekali berbagi mimpi dengan orang-orang seperti itu. Seakan-akan setengah diri saya ada di orang-orang tersebut. Klop.

                Tapi ada kalanya juga saya merasa gerah dengan sifat idealis saya ini. Terkesan munafik. Padahal ke gereja saja masih bolong-bolong. Capek juga menjadi orang yang harus sesuai dengan prinsip. Terkadang pula, saya tergoda mencoba hal-hal yang bertentangan dengan prinsip saya. Tapi untunglah, godaan tersebut hanya sebatas keinginan sesaat, belum untuk menjadi kenyataan.

                Sebenarnya, ada laba besar yang bisa didapatkan orang idealis. Mereka jauh bisa lebih fokus dengan apa yang mereka kejar. Itu yang saya rasakan sih. Sekarang ini, saya jauh lebih fokus menata impian dan mengejar impian saya.Tak ayal, setiap hari sepulang kuliah, selalu saya bergegas menuju ke kos-an dan mendesign beragam baju yang dipesan oleh teman-teman saya.Lumayan lah, nambah uang jajan. Hehehe. Eh iya,Impian terbesar saya saat ini adalah memiliki clothing line sendiri. Ada 2 nama untuk bisnis yang saya impikan ini, yakni Gusney Gusney dan Wild Stanlee. Untuk lebih jelasnya, kapan-kapan saya postingkan tulisan saya mengenai Gusney Gusney dan Wild Stanlee sendiri ya. Yang jelas, jalan untuk menuju bisnis ini sudah terbuka cukup lebar. Ada salah satu teman saya yang mendahului punya clothing line sendiri. Dika namanya. Dia bersedia membantu saya dari nol. Dia bahkan sudah menyumbang satu design terbaiknya untuk saya pakai di clothing line saya sendiri. Tapi nanti saja ya saya postingkan design-nya, bagus sih soalnya. Takut kalau ada yang mengcopy design tersebut kemudian dipakai. Hehehe.

Eh, kenapa jadi ngomongin clothing line yak? Blegug!

                Yasudahlah, cukup sampai disini dulu tulisan ini. Sebenarnya, saat menulis ini, saya sedang ngantuk. Hehehe. Dan kalau kamu bingung dengan tulisan saya ini, maafkan. Karena manusia itu tidak ada yang sempurna. Sempurna itu hanya milik Tuhan dan Andra and The Backbone. Begitu kata Soleh Solihun. Hehehe.

Salam,
                

Komentar

Favorites

Buah Tanggung Jawab

                Sialan!                 Sabtu kemarin (25/10/2014), saya tak sengaja menyerempet bagian depan mobil di kawasan sekitar kost saya. Apesnya lagi, karena saya yang salah, saya terpaksa membayar biaya perbaikan bagian yang saya serempet tersebut sebesar Rp 500.000,00.                 Buset dah, padahal goresan yang saya sebabkan hanya sepanjang 5 cm. Tapi harus mengganti Rp 500.000,00. Hiks.                 Sebenarnya saya bisa menghindari mobil tersebut. Namun, karena saya menekan rem bagian depan terlalu mendadak dan jalanan saat itu dipenuhi pasir bangunan, akhirnya jatuhlah saya. Istilah jawa-nya “ ngepot” .           ...

What's Next?

                 Ada sebuah keresahan datang di 9 hari setelah saya bertambah umur. Yakni soal “Apa yang akan saya lakukan selanjutnya?” Sebuah pertanyaan simpel bagi seorang anak TK. Tapi sebuah pertanyaan ancaman bagi generasi generasi muda seperti kamu dan juga saya. Ya, apa yang akan saya lakukan?                 Terlintas sebuah pikiran untuk bekerja. Tapi, kerja apa? Berbagai tawaran dan pilihan datang kepada saya. Ada tawaran dari seorang teman untuk menjaga franchise di salah satu tempat waralaba baru. Gajinya pun menarik. 1,2 juta. Glek!   1,2 juta itu ukuran yang besar bagi anak kost seperti saya. Belum tambahan uang saku dari orang tua yang saya dapat. Mungkin, dalam sebulan bisa kredit motor 2x lah ya. Hehehe.                 Alay -,-!     ...

Perbedaan

                 Oke,                 Ijinkan saya berbicara serius kali ini.                 Hehehe,                 Berkaitan dengan yang namanya perbedaan.                 Perbedaan bukanlah suatu ancaman. Tapi lebih dari itu. Perbedaan itu merupakan anugerah. Anugerah untuk saling menghargai sesama manusia yang berbeda. Kita diajak untuk menjunjung tinggi toleransi kepada sesama kita yang berbeda. Mungkin berbeda keyakinan atau agama, suku, ras, kebudayaan. Dan tugas utama kita yakni menghargai dan memberi tempat kepada mereka yang berbeda itu. Tak ada hal yang lebih baik selain menerima perbedaan itu.    ...