Langsung ke konten utama

Tentang Kenangan


                “Kenangan,..” kata Iwan Setyawan  Betapapun pahitnya, selalu bisa dikenang dan ditempatkan kembali di hati kita. Dan, biarlah memori beristirahat disana. Biarlah kita kunjungi suatu saat.” 

                Aku tak kenal dengan Iwan Setyawan, penulis buku 9 Summers 10 Autumns itu. Tentu. Bagiku, dia hanya melihat kenangan sebagai sebuah memori. Tak lebih dari sebuah pengingat. Atau bahasa kasarku, sebagai sebuah alarm. Malang sekali nasib kenangan yang hanya bertugas sebagai pengingat. Pengingat yang menjadi teman hanya di saat kamu butuh. Pantaskah?

                Jaman sekarang, orang orang gemar mengenang kenangan yang pahit. Kenangan yang mengandung duka di setiap ceritanya. Kenangan tentang putuh cinta. Bukan kenangan yang manis. Bagiku, mereka yang mengenang kenangan pahit tidak sadar dengan konsep “tuan bagi hatimu sendiri”. Ya, kenangan yang pantas dikenang adalah kenangan yang memberikan semangat dan senyuman lebar disaat kita mengenangnya. Bukan memberikan kesedihan dengan bermewek-mewek ria sambil memonyongkan mulut. Bukan. Kenangan yang baik tidak seharusnya menggalaukan.

                Namun menurutku, tidak semua kenangan lazim disebut sebagai kenangan. Kalau kenangan itu buruk dan menyanyat hati, pantas untuk diingat? Layak dan sepantasnya jika kita memilah-milah mana kenangan yang baik dan buruk. Mempunyai kejelasan memilih kenangan baik untuk disimpan di laci hati. Dan jelas juga mengumpulkan kenangan buruk, dikunci, dan dibuang ke dasar terdalam Palung Mariana. Biar ia hilang di celah-celah bebatuan yang gelap. Sebab, kita sama-sama tahu, kenangan buruk tidak seharusnya tercipta dan terulang lagi.

                Aku yakin, kamu punya dua macam kenangan itu. Kenangan baik dan buruk. Tugasmu sekarang memilah-milah mana yang sebaiknya pantas untuk kamu simpan dan kamu buang. Memang, ada sebuah ketidakrelaan ketika mengeleminasi kenangan. Tapi, lebih baik begitu. Karena bukan sepantasnya jika kenangan mengeleminasi perasaan hatimu. Perasaanmu lah nantinya yang menjadi korban. Mau?

                Biarlah ada “sampah” kenangan di dunia ini. Sebab, tugas kenangan bukan hanya mengingatkan sebuah cerita, tetapi mengenangkan sebuah cerita. Dari kata dasar kenang diawali me- dan berakhiran –kan.

Salam,

Dari sini
               

Komentar

Favorites

Menuai

“Sabarmu panjang, tuaianmu ya pasti besar” Begitu kira-kira isi pesan Whatsapp yang saya terima menjelang maghrib dari pacar saya, Si Grace. Hati serasa plong begitu melihat isi pesan tersebut. Serasa ada yang mengingatkan bahwa apa yang saya alami sekarang ini sifatnya hanya sementara. Ya, saya percaya akan ada hal baik yang terjadi di hidup saya sebentar lagi. No excuses, just believe . ********** “ Cepat makan! Sabar juga butuh makan!” sambung si Grace dengan emoji marah. Ah iya saya lupa, sabar juga butuh makan ternyata.

Sambil tak Henti-Hentinya Berharap

Terima kasih atas segala energiku yang kuhabiskan untuk bersabar, berdoa, menunggu, sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih atas badan ini yang tahan terhadap gempuran angin malam sepulang dari gereja, hujan badai yang deras maupun rintik, panas yang menyengat sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang mempertemukanku dengan partnerku saat ini, yang tak segan dan berani mengajakku yang notabene tidak bisa apa apa ini untuk membuka usaha (semoga lancar kedepannya) sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih untuk orang orang hebat di belakangku. Mama, Grestikasari, Ojik, Clemen, Gerald dan Papa yang menempaku untuk hebat sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih Tuhan Yesus, Terima kasih Semesta, Terima kasih Harapan, Sambil tak henti-hentinya berharap. Surabaya, 19 Februari 2019 Kaospolosclub Office Jl. Ngagel Jaya Barat No.33