Langsung ke konten utama

Tentang Hati Yang Siap

Ada saat dimana saya mempunyai pikiran seperti,

“Oke, Stop! Mulai sekarang aku harus berkarya, aku harus produktif, aku harus berguna bagi sesamaku. Mulai sekarang, tidak besok, tidak juga di waktu lain. Sekarang!”

Namun ada juga saat dimana saya berpikir,

“Ah, besok aja dikerjakan...”

“Aduh, kenapa kesibukan selalu mengiringi saya?”

“Sudahlah, biarkan hari ini saya sejenak beristirahat. Toh seminggu ini saya tak ada waktu untuk diri saya sendiri”.

                Pikiran-pikiran seperti ini sering sekali muncul di benak saya. Kadang semangat, dan terkadang lesu. Malas melakukan apa-apa.  Mungkin itulah sebabnya, 2 bulan ini saya jarang menulis di blog. Sampai banyak debunya tuh di pojok kanan atas.

Hehehe.

Maafkan saya ya,blog.

Mwach :3

                Nah, kemarin malam saya menonton film “JOBS”.  Film ini menceritakan tentang Steve Jobs, pendiri Apple yang super keren itu. Alur ceritanya menarik, bercerita tentang kehidupan awal Steve Jobs (yang diperangkan oleh Ashton Kutcher) dari yang tidak punya apa-apa hingga sukses mendunia berkat produk dari perusahaan Apple-nya itu.

Gambar dari sana
Saya selalu suka menonton film Biografi orang-orang sukses. Karena selalu bisa memberikan rasa penasaran kepada saya bagaimana orang tersebut bisa sukses. Dan film Jobs ini termasuk salah satunya. Ada satu kalimat yang menjadi prinsip Jobs yang begitu mengena di hati saya, dan mungkin juga akan saya gunakan sebagai prinsip. Huehuehue. Kalimatnya seperti ini;

Gambar dari sini
                Kalau di Indonesiakan, jadinya seperti ini;

“Hanya ada satu jalan untuk melakukan hasil yang memuaskan, yakni cintailah apa yang kamu kerjakan”

                Dan ini sepertinya cocok menjadi jawaban atas permasalahan saya. Saya sadar bahwa selama ini saya memandang apa yang saya kerjakan sebagai sebuah kewajiban. Dan kamu tahu kewajiban selalu diikuti dengan apa? Dengan Keterpaksaan. Semua hal yang kamu lakukan dengan terpaksa, hasilnya pun juga tidak akan memuaskan. Percaya deh sama Stanlee.

                Kenapa begitu?

                Karena sesungguhnya, kamu berkarya pasti juga untuk kepuasan pribadi kan? Berkarya harus selalu diiringi dengan hati, bukan diiringi dan dilihat sebagai kewajiban. Berkaryalah setelah hatimu siap, bukan karena kewajiban yang siap menghantuimu. Karena sesungguhnya ketika kamu memandang sebagai sebuah kewajiban, tak akan pernah ada rasa nyaman dan tenang untuk berkarya. Dan tak akan ada hasil yang benar-benar memuaskan dirimu.

                Jujur, ada beberapa tulisan di blog ini yang saya tulis dengan terpaksa. Terpaksa karena masih memandangnya sebagai sebuah kewajiban. Sehingga hasilnya pun juga tak jarang membuat saya malu untuk membacanya. Alur ceritanya rancu, dan yang paling bahaya, membingungkan! duh duh, jangan lagi deh seperti itu.

                Oh iya, kalaupun ada yang bilang “Pertama melakukan dipaksa, kemudian mengikutinya dengan terpaksa, kan entar lama-lama jadi terbiasa” itu mah bullsh*it. Tidak akan pernah ada ruang untuk hati nuranimu ketika kamu melakukan sesuatu dengan terpaksa. Intinya ya itu tadi, berkaryalah setelah hatimu siap, bukan karena kewajiban yang siap menghantuimu. Wushhh, keren!


Berkah dalem,

Komentar

Favorites

Buah Tanggung Jawab

                Sialan!                 Sabtu kemarin (25/10/2014), saya tak sengaja menyerempet bagian depan mobil di kawasan sekitar kost saya. Apesnya lagi, karena saya yang salah, saya terpaksa membayar biaya perbaikan bagian yang saya serempet tersebut sebesar Rp 500.000,00.                 Buset dah, padahal goresan yang saya sebabkan hanya sepanjang 5 cm. Tapi harus mengganti Rp 500.000,00. Hiks.                 Sebenarnya saya bisa menghindari mobil tersebut. Namun, karena saya menekan rem bagian depan terlalu mendadak dan jalanan saat itu dipenuhi pasir bangunan, akhirnya jatuhlah saya. Istilah jawa-nya “ ngepot” .           ...

What's Next?

                 Ada sebuah keresahan datang di 9 hari setelah saya bertambah umur. Yakni soal “Apa yang akan saya lakukan selanjutnya?” Sebuah pertanyaan simpel bagi seorang anak TK. Tapi sebuah pertanyaan ancaman bagi generasi generasi muda seperti kamu dan juga saya. Ya, apa yang akan saya lakukan?                 Terlintas sebuah pikiran untuk bekerja. Tapi, kerja apa? Berbagai tawaran dan pilihan datang kepada saya. Ada tawaran dari seorang teman untuk menjaga franchise di salah satu tempat waralaba baru. Gajinya pun menarik. 1,2 juta. Glek!   1,2 juta itu ukuran yang besar bagi anak kost seperti saya. Belum tambahan uang saku dari orang tua yang saya dapat. Mungkin, dalam sebulan bisa kredit motor 2x lah ya. Hehehe.                 Alay -,-!     ...

Perbedaan

                 Oke,                 Ijinkan saya berbicara serius kali ini.                 Hehehe,                 Berkaitan dengan yang namanya perbedaan.                 Perbedaan bukanlah suatu ancaman. Tapi lebih dari itu. Perbedaan itu merupakan anugerah. Anugerah untuk saling menghargai sesama manusia yang berbeda. Kita diajak untuk menjunjung tinggi toleransi kepada sesama kita yang berbeda. Mungkin berbeda keyakinan atau agama, suku, ras, kebudayaan. Dan tugas utama kita yakni menghargai dan memberi tempat kepada mereka yang berbeda itu. Tak ada hal yang lebih baik selain menerima perbedaan itu.    ...