Langsung ke konten utama

Tuhan dan Saya

                Seberapa sering kamu ingat Tuhan?

                Mungkin, banyak dari kamu yang percaya kepada Tuhan. Tapi sesuai pertanyaannya, sedekat apa kamu dengan Tuhan?

                Saya sedang tidak mengatakan bahwa saya orang yang cukup religius. Walaupun saya lulusan seminari ( baca: sekolah katolik untuk menjadi seorang pastor ). Yang kadang-kadang jadi beban buat saya. Dulu soleh, sekarang amburadul. Maksudnya dalam hidup doa dan kedekatan dengan Tuhan. Pun juga ada rasa khawatir perilaku saya kurang baik di mata orang lain.

                Saya sering merasakannya. Sering terlintas pikiran bahwa perilaku saya kurang baik dengan orang lain. Sebagai contoh, ketika bertengkar dengan kawan. Mungkin di saat itulah Lucifer dan para pengikutnya merasuki saya. Saya jadi beringas, jadi ganas. Selesai bertengkar pun tak langsung berbaikan. Dan anehnya, saya kuat ketika harus canggung-canggungan dengan kawan saya gara-gara bertengkar itu tadi. Sampai dia mau minta maaf duluan. Haduh, laki-laki sih soalnya. Gengsi kalau minta maaf duluan. Apalagi kalau yang salah bukan saya. Cuih, mana sudi. Hahaha.

                Maaf, jadi melantur. Kembali soal Tuhan. Yang saya rasakan, sepertinya Tuhan selalu Maha Pemurah dan Pengasih kepada saya. Sejak kecil, saya selalu diberi yang terbaik. Setidaknya itu yang saya pikir. Sekolah selalu lancar, tanpa ada hambatan yang berarti. Ini tentu saja membuat orang tua saya bangga dan senang. Khususnya Ibu. Di sekolah dan di kampus, saya selalu punya teman banyak. Secara sosial, lingkungan saya cukup baik untuk menerima saya. Bahagia lah.

                Kemudian, benda-benda yang saya inginkan akhirnya bisa saya dapatkan juga. Walaupun belum semuanya sih. Terakhir, saya bertemu perempuan yang menjadi pacar dan menyanyangi saya. Complete. Kebahagiaan psikologis melengkapi kebahagiaan saya yang lainnya.

                Lantas setelah itu semua, pernahkah saya ingat Tuhan?

                Jujur, saya ingat Tuhan ketika sedang ada maunya saja.  Inilah yang akhirnya menganggu saya. Saya tidak pernah datang kepadaNya di saat senang. Ketika susah baru datang. Mengharapkan kesusahan itu segera lenyap dari hidup saya. Munafik? Sangat.

                Apalagi ditambah kenyataan bahwa saya kurang berbuat baik kepada sesama. Selalu curiga ketika ada meminta bantuan saya. Padahal seharusnya, apa yang saya dapat berguna juga untuk membantu orang lain. Tapi itu tidak pernah saya lakukan. Saya masih egois untuk mau berbagi. Dan saya masih melanggar perintah Tuhan. Lebih gawatnya lagi, saya tahu banyak soal ajaran Tuhan. Lantas, kenapa dilanggar?

                Inilah yang sebaiknya harus segera saya perbaiki. Untuk urusan mengucap syukur atas nikmatnya, saya rasa sudah cukup baik untuk melakukannya. Tapi itu masih dalam tahap kesadaran saja. Belum pada perbuatan. Agak kurang adil juga kalau saya mengatakan ini karena pengaruh lingkungan. Tapi, mungkin akan berbeda keadannya kalau saya tinggal di seminari lagi. Atau di pedesaan. Hehehe.

Help Me, God

Berkah dalem,

                

Komentar

Favorites

Buah Tanggung Jawab

                Sialan!                 Sabtu kemarin (25/10/2014), saya tak sengaja menyerempet bagian depan mobil di kawasan sekitar kost saya. Apesnya lagi, karena saya yang salah, saya terpaksa membayar biaya perbaikan bagian yang saya serempet tersebut sebesar Rp 500.000,00.                 Buset dah, padahal goresan yang saya sebabkan hanya sepanjang 5 cm. Tapi harus mengganti Rp 500.000,00. Hiks.                 Sebenarnya saya bisa menghindari mobil tersebut. Namun, karena saya menekan rem bagian depan terlalu mendadak dan jalanan saat itu dipenuhi pasir bangunan, akhirnya jatuhlah saya. Istilah jawa-nya “ ngepot” .           ...

What's Next?

                 Ada sebuah keresahan datang di 9 hari setelah saya bertambah umur. Yakni soal “Apa yang akan saya lakukan selanjutnya?” Sebuah pertanyaan simpel bagi seorang anak TK. Tapi sebuah pertanyaan ancaman bagi generasi generasi muda seperti kamu dan juga saya. Ya, apa yang akan saya lakukan?                 Terlintas sebuah pikiran untuk bekerja. Tapi, kerja apa? Berbagai tawaran dan pilihan datang kepada saya. Ada tawaran dari seorang teman untuk menjaga franchise di salah satu tempat waralaba baru. Gajinya pun menarik. 1,2 juta. Glek!   1,2 juta itu ukuran yang besar bagi anak kost seperti saya. Belum tambahan uang saku dari orang tua yang saya dapat. Mungkin, dalam sebulan bisa kredit motor 2x lah ya. Hehehe.                 Alay -,-!     ...

Perbedaan

                 Oke,                 Ijinkan saya berbicara serius kali ini.                 Hehehe,                 Berkaitan dengan yang namanya perbedaan.                 Perbedaan bukanlah suatu ancaman. Tapi lebih dari itu. Perbedaan itu merupakan anugerah. Anugerah untuk saling menghargai sesama manusia yang berbeda. Kita diajak untuk menjunjung tinggi toleransi kepada sesama kita yang berbeda. Mungkin berbeda keyakinan atau agama, suku, ras, kebudayaan. Dan tugas utama kita yakni menghargai dan memberi tempat kepada mereka yang berbeda itu. Tak ada hal yang lebih baik selain menerima perbedaan itu.    ...