Langsung ke konten utama

I Write Cause Nobody Listen


                Hola blog, How are you today? Maaf ya karena lama tak menyediakan waktu untuk menulis di sini ya. Karena memang minggu-minggu ini, tugas-tugas dari kampus membludak tak karuan. Maafkan saya ya.

                Jadi sekarang saya mau mengutarakan alasan saya membuat blog dan menghiasinya dengan tulisan saya.

Alasan saya menulis sebenarnya simpel. Ya karena itu tadi, tidak ada yang mau mendengarkan saya bercerita. I write cause nobody listen. Mendengarkan adalah salah satu hal yang paling sulit dilakukan. Betul? Orang sekarang lebih senang bercerita daripada mendengarkan. Lebih senang memfungsikan mulutnya daripada telinganya. Haduh.

                Kenapa tiba-tiba saya begini?

                Jadi begini. Siang ini, saya baru saja berbagi dan sharing ke salah satu ibu psikolog lulusan Ubaya. Senang sekali rasanya bercerita dengan beliau. Orangnya ramah, mudah senyum, dan saran-saran beliau menurut saya mantap dan tepat dengan permasalahan yang saya hadapi. Tapi ini masalahnya, saya lupa namanya. Haduh haduh.

                Lega. Itulah kesan yang saya dapatkan setelah bercerita dengan beliau. Padahal kalau ingatan belum berkarat, dulu selama di seminari, saya selalu bimbingan ke Romo Rohani saya. Namanya Romo Cay. Setiap ada masalah, saya selalu datang ke Romo Cay dan bercerita mengenai permasalahn yang saya hadapi. Lega sekali. Nyaman. Pun juga saran-saran dari beliau selalu berhasil.

                Kalau tidak dengan Romo Cay, ya saya sharing ke teman-teman saya. Dulu, Septian menjadi korban curhatan saya. Dia adalah pendengar yang baik. Selalu bersedia meluangkan waktunya untuk mendengarkan saya bercerita. Sambil ditemani mie kremes. Dan kesan lega itu juga berhasil saya dapatkan dari Septian.

                Nah masalahnya, sekarang saya hampir tidak pernah lagi bercerita ataupun sharing. Baru hari ini saja saya sharing ke ibu tadi. Saya sadar, jarak antara teman-teman dan saya sangat jauh. Saya selalu bingung ingin berbagi dengan siapa. Dan parahnya, sekarang, setiap ada masalah selalu saya pendam sendiri. Saya takut karena terlalu lama memendam, akhirnya mbledos. Hiii takut.

                Ah, sudahlah. Maka dari itu, media pelarian saya sekarang ya menulis ini tadi. Saya ingin berbagi ke semuanya, termasuk kamu-kamu. Biar kamu tahu masalah saya dan bersedia meluangkan waktu untuk melihat rangkaian kata-kata yang saya ciptakan. Pun juga kalau bersedia memberikan saran. Hehehe.

                Salam,

Komentar

Favorites

Buah Tanggung Jawab

                Sialan!                 Sabtu kemarin (25/10/2014), saya tak sengaja menyerempet bagian depan mobil di kawasan sekitar kost saya. Apesnya lagi, karena saya yang salah, saya terpaksa membayar biaya perbaikan bagian yang saya serempet tersebut sebesar Rp 500.000,00.                 Buset dah, padahal goresan yang saya sebabkan hanya sepanjang 5 cm. Tapi harus mengganti Rp 500.000,00. Hiks.                 Sebenarnya saya bisa menghindari mobil tersebut. Namun, karena saya menekan rem bagian depan terlalu mendadak dan jalanan saat itu dipenuhi pasir bangunan, akhirnya jatuhlah saya. Istilah jawa-nya “ ngepot” .           ...

What's Next?

                 Ada sebuah keresahan datang di 9 hari setelah saya bertambah umur. Yakni soal “Apa yang akan saya lakukan selanjutnya?” Sebuah pertanyaan simpel bagi seorang anak TK. Tapi sebuah pertanyaan ancaman bagi generasi generasi muda seperti kamu dan juga saya. Ya, apa yang akan saya lakukan?                 Terlintas sebuah pikiran untuk bekerja. Tapi, kerja apa? Berbagai tawaran dan pilihan datang kepada saya. Ada tawaran dari seorang teman untuk menjaga franchise di salah satu tempat waralaba baru. Gajinya pun menarik. 1,2 juta. Glek!   1,2 juta itu ukuran yang besar bagi anak kost seperti saya. Belum tambahan uang saku dari orang tua yang saya dapat. Mungkin, dalam sebulan bisa kredit motor 2x lah ya. Hehehe.                 Alay -,-!     ...

Perbedaan

                 Oke,                 Ijinkan saya berbicara serius kali ini.                 Hehehe,                 Berkaitan dengan yang namanya perbedaan.                 Perbedaan bukanlah suatu ancaman. Tapi lebih dari itu. Perbedaan itu merupakan anugerah. Anugerah untuk saling menghargai sesama manusia yang berbeda. Kita diajak untuk menjunjung tinggi toleransi kepada sesama kita yang berbeda. Mungkin berbeda keyakinan atau agama, suku, ras, kebudayaan. Dan tugas utama kita yakni menghargai dan memberi tempat kepada mereka yang berbeda itu. Tak ada hal yang lebih baik selain menerima perbedaan itu.    ...