Langsung ke konten utama

Balada Kesedihan


                Hari ini entah kenapa saya tidak mempunyai semangat untuk hidup. Bangun pagi pun rasanya malas sekali, ditambah lagi dengan kuliah di pagi hari. Entah kenapa. Perasaan jengkel seakan mendominasi berkecamuknya hati saya. Jengkel dan capek dengan orang-orang yang berada di sekitar saya.

                Jika sudah begini, ada 2 hal yang biasanya saya lakukan yakni diam dan menyendiri. Diam yang saya yakini sebagai salah satu bentuk kemarahan yang paling menakutkan. Setidaknya dengan diam, saya bisa menggali lebih dalam perasaan yang saya rasakan. Dan yang saya rasakan lagi, orang-orang di sekitar saya seakan-akan sungkan ketika saya diam. Tak berani mengajak bicara, apalagi bercanda. Seakan-akan mereka tahu kalau saya sedang dirundung masalah.

                Kemudian menyendiri. Yang artinya menyendirikan diri sendiri. Jika sebagian orang di dunia ini tak suka dengan tempat yang sepi, saya justru sebaliknya. Saya sangat mengagungkan tempat-tempat yang hening. Ada 2 tempat hening sekaligus sepi di hidup saya yang sangat menawan, yakni di kamar kost saya dan di Gua Maria Gereja Kepanjen Surabaya. 2 tempat inilah yang selalu saya datangi ketika saya sedang dirundung kesusahan, dirundung keletihan, ya dirundung segala sesuatu yang bersifat sedihlah intinya.

                Beruntungnya saya, kost saya terletak di jalan Klampis Aji , berseberangan persis dengan kampus ITATS. Jalan masuk ke kost saya ini sepi, hanya ada beberapa rumah-rumah kost, sisanya di belakang hanya ada tanah lapang. Dan lebih beruntung lagi, kost yang saya tinggali ini termasuk bangunan baru. Jadi belum banyak anak yang ngekost di rumah kost ini. Hal inilah yang menjadikan kamar kost saya sebagai tempat yang paling saya favoritkan. Kalau pagi, sepi. Kalau siang, hening. Apalagi malam, sunyi. Situasi dan kondisi inilah yang sangat membantu saya untuk hening. Dan membantu saya untuk menulis juga tentunya :)

                Kemudian, Gua Maria Gereja Kepanjen Surabaya. Eksotis. Indah nan rupawan. Cocok sebagai tempat untuk menyendiri, menangis, meratapi kegagalan dan berdoa kepada Tuhan. Saya pernah menangis di tempat ini. Tepatnya 3 tahun yang lalu, ketika ada badai besar yang datang di keluarga saya. Saya menangis, tak tahu lagi harus bagaimana. Pasrah. Dan saya menangis. Padahal terakhir kali saya menangis itu seingat saya ketika kelas 6 SD. Dan di hari itu juga di gua itu, saya menangis. Deras. Tak terbendung. Hanya bisa menerima kenyataan pahit itu dengan tangisan. Tapi, sesudahnya, saya merasa lega. Merasa lebih tenang. Lebih siap menghadapi semua masalah. Merasa lebih labil mengendalikan emosi. Ah, tangisan ternyata milik semua manusia ya, bukan hanya perempuan saja ternyata yang boleh menangis. Ternyata, manfaat tangisan yang saya lakukan di gua itu, terus mengingatkan saya untuk menjadi seseorang yang tangguh. Terima kasih air mataku. :)


**********

                Saya rasa, akhir-akhir ini saya jarang tersenyum ke orang lain. Dan juga, jarang berdoa. Memang, saya bukan termasuk orang yang religius. Mungkin, kejadian yang menimpa saya hari ini adalah hadiah dari Tuhan kepada saya untuk rajin berdoa lagi. Pun juga rajin tersenyum. Ya, urat-urat mulut saya sudah lama tidak merasakan kerasnya tertawa saya. Wajah saya jadi terlihat lebih tua. Hati saya tak seceria dulu lagi. Maafkan saya Tuhan, saya sudah lama tidak datang dan berserah kepadaMu. Saya sudah lama tidak mengucap syukur atas semua yang telah saya terima. Saya selalu lupa akan diriMu ketika saya senang. Ah, manusia manusia. Kenapa kau menciptakan manusia seperti aku ini?  Tak tahu terima kasih, inginnya selalu serba instan dan mudah. Dan ketika giliran dikabulkan, aku seakan-akan menganggapmu sebagai bawahanku saja, oh, maafkan sungguh maafkan saya Tuhan.

                Terakhir kata, penyesalan bukanlah sesuatu yang buruk. Justri itulah saat dimana kita seakan-akan rendah di hadapan manusia yang lain dan Tuhan. Tak selamanya penyesalan itu jelek juga, karena dari sanalah, kita belajar untuk menjadi lebih baik. Iyo toh? :)

Gambar ini diambil oleh teman saya, Septian yang akhirnya
menjadi sampul depan Majalah SMA saya dulu, Viva Vox.
Ingin tahu lebih banyak tentang Septian, klik
disini dan disini

 Post scriptum: Maafkan saya jika tulisan ini terlalu naif. Tapi memang, tulisan ini saya buat dengan penuh penyesalan atas kurangnya rasa syukur saya kepada Tuhan. Akhirnya datanglah masalah ini. pahit memang. Tapi yang namanya kepahitan lama-lama akan terasa manis jika saya menaburnya dengan gula. Gula apa? Gula kebaikan :)
               

                

Komentar

Favorites

Makna

Tahu tidak apa yang paling penting di dunia ini? . . Mempertahankan, bukan mendapatkan. Berlaku untuk seluruh aspek kehidupan. Mulai dari karier, rejeki, Dan juga cinta… Hargailah hal-hal kecil yang ada di sekitarmu. Orang orang yang memperjuangkan dan kamu perjuangkan, Barang-barang keinginan yang kamu dapatkan dengan susah payah, Rawat dan hargailah apa yang kamu dapatkan sekarang ini, karena sebelum kamu mendapatkannya, kamu pernah menginginkannya, atau bahkan mendoakannya. Dan saya percaya, dari situlah kita belajar untuk menghargai hal hal yang kecil.

Realistis

Banyak yang bilang “realistis saja”. Banyak juga yang pesimis dengan apa yang saya lakukan saat ini. Mereka nyatanya tidak tahu arti sebenarnya dari “usaha”. Usaha bukan hanya meliputi “apa yang akan dihasilkan dan apa yang sedang dilakukan” Melainkan juga ; “Apa yang sudah dikorbankan?” “Apa yang sudah dikeluarkan?” “Apa keinginan yang sudah lama ditahan?” “Apa yang sudah dipasrahkan?” Dan ini inti yang paling penting ; “Apa sudah didoakan?” Hal hal seperti itu yang sepertinya luput dilihat oleh mereka mereka yang underestimate dengan usahamu. Ketahuilah, bahwa sejatinya mereka juga tidak ingin bekerja setiap hari. Yang ada di pikiran mereka sekarang adalah sibuk mencari laba dan untung, tapi dengan cara menindas sesame. Memang cepat dapat, tapi juga cepat hilang.                 Saya sendiri kadang juga takut. Merasa sendiri? Setiap hari saya merasa sendiri. Yang saya yakini sampai s...

Sambil tak Henti-Hentinya Berharap

Terima kasih atas segala energiku yang kuhabiskan untuk bersabar, berdoa, menunggu, sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih atas badan ini yang tahan terhadap gempuran angin malam sepulang dari gereja, hujan badai yang deras maupun rintik, panas yang menyengat sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang mempertemukanku dengan partnerku saat ini, yang tak segan dan berani mengajakku yang notabene tidak bisa apa apa ini untuk membuka usaha (semoga lancar kedepannya) sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih untuk orang orang hebat di belakangku. Mama, Grestikasari, Ojik, Clemen, Gerald dan Papa yang menempaku untuk hebat sambil tak henti-hentinya berharap. Terima kasih Tuhan Yesus, Terima kasih Semesta, Terima kasih Harapan, Sambil tak henti-hentinya berharap. Surabaya, 19 Februari 2019 Kaospolosclub Office Jl. Ngagel Jaya Barat No.33