Betapa
senangnya hati ini ketika saya bisa berjumpa kembali dengan teman-teman
seperjuangan UNAS dulu, alias teman-teman SMA. Rasa kehilangan dan rindu yang
pernah saya postingkan di tulisan saya sebelumnya, akhirnya terobati. Tak perlu
obat dan tak perlu ke dokter, cukup bertemu saja sudah membuat rasa ini sembuh.
Ah, maafkan.
Jadi melankolis.
Maklum, lagi senang.
Ya,
bersama ke-8 teman saya yang berdomisili di Surabaya, kami membuat janji untuk
datang mengunjungi sebuah acara di SMA kami dahulu. Maka dari itu, Jumat
24/5/2013, saya dan 8 teman saya ini janjian untuk kumpul di Taman Bungkul
Surabaya dan kemudian berangkat ke Blitar, sebuah kota kecil nan indah yang tak
akan pernah kalian temui di negara lainnya. Asli Indonesia punya, tak ada yang
lain.
Jam
9.15 pagi, saya berangkat ke rumah salah satu dari 8 teman saya, Yogi namanya.
Sesampainya disana, saya dan Yogi saling bertukar cerita mengenai masa depan,
impian, kenangan, dan yang tak boleh ketinggalan yaitu cinta. Saya tak tahu
sudah berapa kali saya tertawa,tersenyum, misuh
karena kelucuan dan kepolosan si Yogi ini. Yang saya tahu dan tetap tahu adalah
bahwa saya bahagia.
Akhirnya,
sesudah berceloteh kesana kesini, kami berdua berangkat untuk menjemput adik
kelas kami yang nebeng ikut ke Blitar. Shandy namanya. Sebelum menjemput
shandy, saya dan Yogi menyempatkan untuk sedikit memanjakan perut kami yang
sudah meronta-meronta karena musim kemarau yang dialaminya. Gado-gado menjadi
pilihan yang tepat di siang hari seperti itu. Akhirnya kami menemukan tempat
makan yang enak dan juga murah, terletak di jalan Taman Teratai, di belakang
gereja Kristus Raja. Memang nikmat ya menikmati aneka sayuran di siang hari.
Badan terasa segar dan hijau seperti sayuran yang ada di gado-gado. Dan yang
pasti, kenyang.
Sesudah
Shandy keluar dari sekolahnya, kami bertiga pun bergegas menuju ke Taman
Bungkul. Panasya Surabaya menjadi teman kami bertiga di jam 11.30 waktu itu.
Saking panasnya, tangan saya gosong,cuk! Asem tenan.
Sesampainya
di taman, saya bergegas mengambil hape dan mengirim pesan singkat. Isinya
kurang lebih begini :
“bro bra bh, saya dan yogi sudah
di taman bungkul. Di tulisan “taman”nya. Ayo ndang’an ben cepet budal”
Tiba-tiba,
di belakang kepala saya sudah ada Adi, panggilannya Gyo. Selang 5 menit kemudian, Tomy atau yang akrab disapa Bayek datang
juga. Kenapa bayek? Karena dia yang paling muda di antara teman-teman SMA kami
semua. Bayek yang dalam bahasa Indonesia artinya “bayi”. 15 menit kemudian, si
Ardian datang juga. Pemetik gitar ini asli Blitar, dan dialah guide kami untuk perjalanan menuju
Blitar.
Ah,
tapi ada satu teman kami yang tidak muncul-muncul. Qroen namanya. Ternyata, dia
masih UAS dan sedang ada di kampus. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 12.30.
Akhirnya, saya menyusul dia. Beban berat hidup ini semakin berat karena
sesampainya di rumah Qroen, si Qroen belum datang.Hahaha. Selang 30 menit kemudian, yang
ditunggu-tunggu muncul juga. Akhirnya kami berdua mengambil langkah seribu
menuju ke Taman Bungkul.
Ah,
langsung saja-lah. Jadi ribet kalo semua kronologinya ditulis. Hehehe
**********
Saya
ingin bertemu dengan pencipta jargon-nya iklan Dji Sam Soe kemudian memeluknya.
Jargon-nya Dji Sam Soe yang “Ga Ada Loe Ga Rame” saya rasakan waktu itu. Saya
yakin, pencipta jargon ini pasti pernah mengalami hal yang sama seperti yang
saya rasakan. Bersama teman-teman, perjalanan menuju Blitar yang jauh dan
berliku-liku terasa singkat. Guyon, gojlokan
terus mengalir selama perjalanan. Layaknya air yang mengalir dari atas ke
bawah. Layaknya cinta yang senantiasa mengalir untuk orang yang dicintai (hancurrrrr,
gombalmukiyoooI!)
Tepat
pukul 18.00, kami sampai di SMA kami dan segera bergegas menuju TKP tepatnya di
aula sekolah kami. Aroma-aroma nostalgia tercium di tempat tersebut, layaknya
aroma pai apel yang baru saja dimasak. Sekelibat kenangan dan pengalaman
terlintas di pikiran saya. Guru-guru saya, teman-teman seperjuangan saya,
adik-adik dan kakak kelas saya dulu. Begitu indah, begitu bermakna. Dan tak
kalah pentingnya, wajah-wajah teman-teman seangkatan saya yang akhirnya
mempunyai waktu untuk berkumpul lagi. Ada si Sius yang kelihatannya pamer
kepada kami, karena membawa pacarnya. Asem . Ada pula si Yosafat, sang
melankolis yang semakin mirip Plato kalau saya bilang. Hahaha.
Saya
tak tahu bagaimana cara kerjanya kenangan itu. Ketika kita sibuk dan hampir
tidak ada waktu untuk diri kita, seakan-akan kenangan itu hilang, lupa, tak
berbekas. Dan ketika kita berusaha untuk mengingat-ingatnya lagi, malah semakin
lupa. Tapi ketika bertemu dengan objek
di kenangan yang lupa itu, kita ingat. Ketika kita berkumpul dan
membahasnya bersama lagi, kenangan itu seakan-akan menjadi indigo yang sebelumnya sudah kita rasakan. Tapi memang nyatanya
sudah dirasakan. Hanya lupa.
Ah,
saya jadi bingung sendiri. Intinya, kenangan itu tidak akan pernah hilang.
Hanya lupa. Tidak untuk dihilangkan.
Dan,
saya bangga. Jadi dalam pensi sekolah kami tahun ini, teman-teman seangkatan
saya yang melanjutkan hidupnya untuk menjadi seorang pastor akhirnya lulus. Ditestimoniumkan.
Selamat buat kalian kawan-kawanku. Ivo, Jati, Rinto, Aldo, Bertus, Aeren yang
akan pergi ke Italia, Ovan,Joshua, dan Deo. Kalianlah wajah-wajah yang
dibutuhkan oleh gereja. Tidak hanya gereja saja,ding. Tapi juga dunia ini
membutuhkan orang-orang yang bisa memanusiakan manusia seperti kalian. Apalagi
Aeren. Saya bangga kepadamu Aeren. Kita yang dulu makan bakso sama-sama di
Gemilang, kita yang dulu pergi ke Pohsarang bareng-bareng, kita yang dulu sering sharing bareng, kita yang dulu dekat layaknya korek dan rokok. Dan
sampai saat ini, dirimu masih sama seperti dulu. Semoga dirimu membaca tulisan
ini. Saya bangga punya teman sepertimu. Dan juga seperti kalian ber-9 semua.
Ah
maafkan.
Jadi
melankolis lagi.
Sekali
lagi ya, kebahagiaan itu relatif dan sederhana ya. Nostalgia salah satunya.
Nostalgia yang akhirnya muncul kembali dibarengi mesin waktu. Bertemu dengan
kalian-kalian semua membuat saya semakin kuat untuk berdiri sendiri. Membuat
saya sadar untuk tidak cengeng. Membuat saya sadar, bahwa kalian selalu ada.
Dukungan kalian ternyata tidak terlihat ya. Jadi maafkan saya kalau pernah
suatu hari saya mengumpat “dimana kalian??? Kenapa tidak ada disini”.
Sesungguhnya, kalian ada disini. Lewat doa. Bukan kehadiran. Saya belajar untuk
realistis. Semakin dewasa manusia, semakin jarang bisa berkumpul kembali.
Dituntut untuk sabar. Semakin sabar manusia, buah kesabaran itu akan semakin
matang. Enak kan?
Sekali
lagi, Ode untuk kita semua. Sukses kita raih sama-sama kawan. Jangan pernah
lupa kita dulu pernah tertawa bersama, kita pernah ngosek WC bareng, kita pernah jeburin satu persatu anak-anak yang
ultah ke kolam ikan yang baunya minta ampun di GOA SORGIS, kita pernah mendaki
Gunung Panderman bersama-sama, kita pernah makan weci, mie sedap bersama-sama. Semuanya itu indah toh? Ya, indah seperti kita semua
Yasudah,
jujur saya terharu ketika menulis ini. apalagi sambil mendengarkan The
Stalker-nya Adhitia Sofyan yang cover. Terakhir kata, di jam 22.36 ini, saya
berjanji akan berdiri tegak menatap dunia ini dengan atau tanpa kalian. Dan
kalian pun juga begitu. Berdirilah tegak menatap langit setiap pagi menjelang.
Disanalah impian dan hidup kita ada. Dengan atau tanpa kita juga. kalian bisa.
Ode. Foi Fun. Omnia Tempus Habeant (semua
ada waktunya). Ada waktunya lagi kita untuk berkumpul dan saling menunjukkan
karya kita masing-masing. Saya berjanji, akan menceritakan pengalaman dan
kenangan saya ini ke anak cucu saya nanti. Agar mereka tahu, persahabatan yang
tulus sangat penting di dunia ini. Eh iya, saya sudah menceritakan pengalaman
dan kenangan saya ini ke pacar saya, Fitri. Dan dia tertawa melihat video-video
dan foto-foto konyol kita yang saya simpan di laptop. Tuh kan, orang lain yang
tidak merasakan persahabatan kita saja bisa tertawa ngakak dan bahagia. Maka
dari itu, buatlah hidupmu bahagia untuk orang lain.
Terima
kasih ya kawan-kawan. Once again, Thank
you.
Komentar