Menurut
saya, unsur terpenting dari hidup sendiri itu ialah rasa nyaman.
Kenapa
begitu?
Ya kalau
kamu tidak nyaman dengan hidupmu, kamu tidak akan pernah bisa hidup.
Lebih tepatnya,
tidak akan pernah bisa berkembang.
Ini menurut
saya sih, mungkin berbeda dengan pendapatmu.
Kalaupun
beda, yasudah sana bikin blog sendiri.
Hehehe.
Lantas,
apakah unsur terpenting untuk hidup hanya soal kenyamanan saja?
Sejauh ini,
yang saya temukan ya soal kenyamanan ini. Lha
wong helm aja ada ukurannya supaya kamu nyaman menggunakannya. Apalagi untuk
hal-hal yang lebih besar terkait dengan hidup, macam nyaman memilih kekasih,
kemudian nyaman dengan suatu hobby, nyaman dengan cita-cita yang diimpikan. Lha
semisal kamu tidak nyaman dengan kekasihmu, lantas apa yang akan kamu
perjuangkan?
Pada
dasarnya, semua manusia terlahir dengan hak asasi mereka. Salah satu hak asasi
mereka yakni mengenai hak menentukan kehidupan mereka sendiri. Tidak ada unsur “terpaksa”
dari hak tersebut. Manusia bebas menentukan kehidupan mereka sendiri. Mau jadi
apa, itu terserah mereka. Kalaupun mereka nyaman dengan yang mereka pilih, ya
sudah. Kita, sebagai sesamanya tidak punya hak untuk melarang apa yang mereka
senangi. Yang ada, kita perlu mendukung mereka agar nantinya kesenangan mereka
berguna bagi manusia yang lain.
Bingung
ya? Maafkan.
Saya kasih
contoh saja supaya tidak bingung.
Di Indonesia,
cinta beda agama mungkin masih dianggap sebagai sesuatu yang “tabu” oleh
sebagian masyarakatnya. Tapi menurut saya, yang salah bukan mereka yang
menjalin hubungan yang dianggap “tabu” tersebut. Melainkan mereka yang memiliki
anggapan “tabu” tersebut.
Kenapa
begitu?
Cinta tidak
pernah salah. Karena tidak pernah salah itulah, cinta akhirnya tidak mengenal
yang namanya perbedaan. Indonesia itu plural, wajar jika kemudian ada sebagian
masyarakatnya yang cinta dengan kaum agama lain. Dan bukankah Indonesia
mengakui adanya 5 agama? Lantas, kenapa 5 agama yang berbeda itu menjadi
benteng pemisah cinta? Mau kamu Muslim, kemudian jatuh cinta dengan seseorang
yang beragama Kristiani, siapa yang melarang? Begitupun sebaliknya. Ini termasuk
hak manusia untuk memilih kehidupannya kan?
Nah, hubungan antara kenyamanan
dan hak untuk memilih kehidupan ada di poin cinta itu sendiri. Cinta timbul
karena adanya “kenyamanan” itu tadi. Yang akhirnya membuat manusia memilih cinta
yang memberikan kenyamanan. Dan saya yakin, ketika sudah nyaman, akan sulit bagi
kamu berpindah ke yang lain.
Gimana?
Mudeng kan dengan contoh “hak untuk nyaman menentukan hidup sendiri”?
Kenyamanan
sebaiknya diibaratkan sebagai inspirasi untuk menentukan hidup dengan cara
melakukan sesuatu. Bukan menentukan hidup dengan cara sesuatu untuk mengejar kenyamanan
itu sendiri. Terbalik. Intinya, nyaman dulu, baru berkarya. Bukan berkarya
dulu, kemudian mengejar kenyamanan. Kalau seperti itu, apa yang kamu
perjuangkan? :)
Berkah dalem,
Komentar